Islam di Australia

Admin 5.12.13




Ketika mendarat di lapangan terbang international Sydney, 9 Oktober lalu, penulis langsung teringat betapa sejarah negeri ini (Australia) tidak bisa dilepaskan dari peran orang Islam lebih dari tiga abad yang silam.

Sejarah mencatat bahwa orang Islam telah memainkan peran yang cukup penting di benua Australia jauh sebelum kawasan ini resmi menjadi negara di bawah satu konstitusi 1 Januari 1901.

Keberadaan umat Islam di negeri ini dimulai dari interaksi pertama kali nelayan yang berasal dari Sulawesi Selatan dengan penduduk asli (Aborigin) di bagian Utara Australia sekitar tahun 1750, dilanjutkan dengan kedatangan serombongan pengembala unta dari Afghanistan pada 1860.

Seperti diketahui, Australia pada abad ke-19 Masehi mempunyai banyak ka­wa­san kaya akan sumber daya alam yang belum dieksploitasi. Sebagian besar dari tanah tersebut merupakan padang pasir dengan temperatur tinggi dan sedikit mata air, sementara unta adalah binatang yang ideal untuk kondisi semacam itu.

Pada 1840, seorang yang bernama Horrick, untuk pertama kalinya, meng­im­por unta ke Australia. Ia ingin mem­ban­dingkan antara unta dan kuda sebagai he­wan pengangkut barang di padang pasir.

Tidak dijelaskan berapa banyak unta yang diimpor saat itu. Namun, kelompok unta selanjutnya datang pada 1860 sebanyak 24 ekor. Untuk itu, orang Australia memerlukan orang-orang yang ahli dalam mengendarai dan mengoperasikan unta. Orang Afghanistan yang beragama Islam adalah yang dipilih untuk maksud tersebut.

Tidak lama setelah itu, ber­da­ta­ngan­lah banyak muslim Afghanistan ke sana dan menjadi penduduk, apalagi ada sekitar 10.000 sampai 12.000 unta didatangkan ke sana selama kurun waktu 1860-1907.

Kontribusi orang-orang Afghanistan dalam membuka areal dan jalur umum untuk masyarakat luas di daerah-daerah Australia sangatlah besar dan penting, apalagi tulang punggung perekenomian tradisional negerti itu pada masa itu sangat membutukan unta sebagai alat transportasi beserta pengembalaannya.

Populasi penduduk muslim di Australia semakin bertambah pada 1960. Mulai saat itu sampai dengan tahun 1970 terjadi migrasi dengan jumlah cukup besar dari muslim Libanon dan Turki dan menjadi kelompok muslim terbesar di sana sampai saat ini.

Berdasarkan sensus penduduk 2006, terdapat 340.392 orang lebih muslim di Australia, atau sekitar 1,71persen populasi pen­duduk. Jumlah tersebut terus ber­kem­bang dengan sangat pesat. Di­per­ki­ra­kan sampai saat ini ada sekitar 700.000 orang penduduk muslim yang tinggal di sana.

Populasi ini menduduki peringkat pe­meluk agama ke empat terbanyak set­elah Kristen, tanpa agama dan Bud­dhis­me. Umumnya, umat Islam di Australia ter­konsentrasi di Melbourne dan Sydney.

Se­perti disebut di atas, pada umum­nya, umat Islam di Australia adalah para migran dari berbagai negara. Paling tidak ada sekitar delapan negara tempat umat Islam tersebut berasal, yaitu dari Af­gha­nis­tan, Libanon, Turki, Pakistan, Bang­la­desh, Irak, Mesir, Indonesia, Bosnia, Malay­sia dan lain-lain. Sensus 2006 mencatat lebih dari 128.904 adalah umat Islam yang lahir di Australia.

Secara umum, hubungan antara umat Islam dengan pemerintah setempat berjalan cukup baik. Sikap pemerintah yang memberikan kebebasan bagi semua pen­duduk untuk memeluk dan men­ja­lan­k­an ibadah agamanya dan umat Islam yang juga mentaati semua aturan hukum yang berlaku di negeri itu, menjadi pe­nye­bab harmonisnya hubungan ter­sebut.

Namun demikian tidak berarti tidak pernah terjadi masalah. Berbagai gejolak yang pernah terjadi di luar Australia yang me­libatkan umat Islam, tetap ada im­bas­nya terhadap hubungan antara umat Islam dengan pemerintah setempat.

Tapi, kesigapan tokoh-tokoh Islam, persoalan demi persoalan dapat diatasi dengan bijak, sehingga tidaklah terlalu berimbas negatif kepada umat Islam itu sendiri.

Hubungan secara personal yang selalu dibina secara baik antara muslim dan non muslim serta pejabat-pejabat setempat membuat perlakuan-perlakuan yang kurang baik tersebut semakin kurang dan menghilang, meskipun terkadang sebutan teroris sering juga di­lon­tarkan kepada muslim walau de­ngan na­da bercanda dan mengusik perasaan orang-orang Islam.

Memang, secara orang perorang, ma­sih ditemukan prilaku-prilaku yang ku­rang menyenangkan terhadap umat Is­lam. Penulis sendiri mengalami hal itu ke­tika sedang berkutbah Jumat di Wiley Park.

Seorang petugas pemotong rumput se­ngaja membunyikan mesinnya dengan sua­ra keras serta menerbangkan po­to­ngan-potongan rumput ke tempat ja­maah yang sedang mendengarkan khut­bah.

Potongan-potongan rumput itu be­ter­bangan dan jatuh di atas kepala ja­maah, sehingga mereka menoleh ke arah petugas itu dengan wajah marah. Apalagi temannya mengingatkan bahwa prilaku semacam itu dilarang di Australia. Si petugas itu berkata, “I don’t respect to them.” Saya sengaja menenangkan jemaah dan mengatakan bahwa itu adalah bagian dari ujian Allah.

Satu hal yang perlu pula diketahui adalah bahwa di Australia ada Australian Federation of Islamic Councils (AFIC). Organisasi ini kira-kira mirip dengan Majlis Ulama Indonesia (MUI) yang menjadi payung bagi seluruh organisasi Islam yang ada di sana. AFIC juga mempunyai lembaga seperti LPPOM MUI yang memegang hak untuk me­nge­luar­kan sertifikasi halal.

Sampai sekarang sudah ada 300 perusahaan yang diberi sertifkasi halal. Beda dari Indonesia yang umat Islamnya terbesar di dunia tetapi tidak ada mufti, di Australia di mana umat Islam adalah minoritas, tetapi mempunyai mufti yang menjadi ikutan seluruh umat Islam dalam hal menentukan awal Ramadan, awal Syawal dan hari-hari besar Islam lainnya.

Halaman ini tidak cukup luas untuk menceritakan perkembangan umat Islam, dinamika dan problematikanya di Australia yang semakin hari semakin menarik untuk disimak. Namun sebuah catatan singkat untuk menutup halaman ini adalah bahwa umat Islam di Australia merasakan sangat nyaman dalam men­ja­lankan ibadah agama dan mencari ke­hidupan.

Pemerintah Australia sangat concern untuk semua hal yang sifatnya pen­di­di­kan. Sekecil apapun kegiatan di bidang pen­didikan yang dibuat oleh ma­sya­ra­kat­nya, termasuk oleh orang Islam, diberi ban­tuan yang begitu besar. Bahkan, setiap warga negara non Australia yang me­nye­lesaikan pendidikan doktoralnya di negeri ini ditawari untuk menjadi warga Australia dan diberi pekerjaan yang sesuai dengan bidang pendidikannya. (Alaiddin Koto, Guru Besar Politik Islam UIN Suska Riau)

Related Post:

Blogger Template by BlogTusts Sticky Widget by Kang Is Published by GBT.

No comments:

Post a Comment