26.3.14

Miskin Jangan Putus asa, Kaya Jangan Sombong



ALLAH SWT berfirman, “Dan Apakah mereka tidak memperhatikan bahwa Sesungguhnya Allah melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rezeki itu). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman.” (QS. Ar-Rum 37)

Dalam menafsirkan ayat 37 surat Ar-Rum di atas, Syeikh Wahbah Az-Zuhaily di dalam tafsir Almunir menyebutkan bahwa, kehendak Allah dalam melapangkan dan menyempitkan rezeki seseorang, Allah bebas melakukan hal tersebut sesuai dengan hikmah sifat Adil-Nya, baik bagi orang beriman atau pun bukan orang beriman. Karena dunia ini bagi Allah tidak lebih berharga daripada sayap nyamuk.

Sehingga tidak layak bagi seorang mukmin itu menganggap bahwa kefakiran rezeki dunia merupakan sebab untuk berputus asa dan kekayaan menjadi sebab keangkuhan, karena semua itu dari Allah SWT.

Diakui atau tidak, kita paling sering galau dengan kondisi keuangan kita sehari-hari. Dengan segala upaya kita berdoa tak henti-henti nya meminta rezeki yang banyak. Lalu bersedih hati karena merasa seolah doanya tidak terjawab seiring tidak juga bertambah rezekinya. Akan tetapi apabila rezekinya menanjak ia merasa doanya terjawab dan merasa menjadi mulia karena dimuliakan dengan harta kekayaan.

Padahal Allah Swt telah menegaskan di dalam surat Al-Fajr ayat 15-16, “Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata: ‘Tuhanku telah memuliakanku.’ Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka Dia berkata: ‘Tuhanku menghinakanku.’

Sedikit dan banyaknya rezeki di dunia tidak pernah dijadikan Tuhan sebagai standar kemuliaan seseorang dalam pandanganNya. Apabila rezeki kita sedang dipersempit olehNya maka itu adalah cara Tuhan meninggikan derajat seseorang, karena biasanya mereka yang sedang sempit rezekinya sering ingat Tuhan dan lebih sering dekat-dekat dengan rumahNya.

Sedangkan keluasan dan kelapangan rezeki sering sekali menjadi ujian Tuhan yang sangat berat bagi hambaNya, karena bahkan seorang sahabat seperti Tsa’labah yang ketika masih miskin amat taat pun menjadi begitu sibuk dengan kekayaan hingga lupa bagaimana dahulu keadaannya yang dekat dengan Tuhan.

Maka jangan meminta rezeki yang banyak, karena bisa jadi rezeki yang banyak itu malah menjerumuskan kita menjauh dariNya. Mintalah keberkahan rezeki serta keridhoan terhadap rezeki yang diberikan. Yakini bahwa kesyukuran kita terhadap nikmat yang sudah ada akan menambah keberkahan bahkan kuantitas dan kualitas rezeki tersebut. Dan bentuk syukur yang paling tepat bukan hanya terucap dari lisan tetapi dengan terus memperbaiki kualitas kehidupan dari sisi mental dan kemampuan ataupun skill. Itulah sebaik-baik kesyukuran.

Akhirnya saya mengajak kita semua bersikap zuhud, dan saya ingin mengutip dua istilah zuhud dari dua imam besar umat Islam, “Zuhud di dunia bukan berarti dengan mengharamkan yang halal atau menyia-nyiakan harta. Akan tetapi zuhud berarti menyadari bahwa apa yang ada di tangan Allah Swt lebih utama dibandingkan dengan apa-apa yang ada di tangan kita” – Hasan Al-Bashri dan “Bukanlah zuhud itu dengan mengosongkan tangan dari harta, sesungguhnya zuhud adalah kosongnya hati dari keterikatan terhadap harta,” – Al-Izz bin Abdissalam.

No comments:

Post a Comment