27.5.18

Kisah Misteri dan Unik Saat Ibadah Haji

Menunaikan haji menjadi salah satu ibadah mulia di hadapan Allah SWT. Ibadah haji di Tanah Suci merupakan perintah Allah SWT bagi setiap umat Islam seperti tersurat dalam Alquran dan Hadist. Tidak ada alasan bagi umat Islam menolak melaksanakan rukun Islam kelima ini bila sudah memenuhi syarat mampu.

Syarat mampu dimaksud adalah secara ibadah dan dana. Menuju Tanah Haram untuk berhaji membutuhkan biaya yang cukup besar. Setiap umat Islam yang akan berangkat juga harus memastikan nafkah cukup bagi keluarga yang ditinggalkan. Sebagian kalangan menyebut, memenuhi panggilan Allah untuk berhaji di Tanah Haram sama saja sudah siap tidak kembali berkumpul dengan keluarga selamanya.


Ketika niat sudah bulat, maka calon jamaah haji harus siap apapun yang terjadi selama berada di Tanah Haram. Salah satunya siap secara fisik. Berhaji merupakan ibadah fisik karena 80 persen ritualnya sangat mengandalkan kondisi stamina yang prima. Fisik setiap jamaah haji sudah dipertaruhkan sejak puncak haji atau wukuf di Padang Arafah.

Selama melakukan ritual di Baitul Haram seperti wukuf, jamaah juga harus melalui mabit di Muzdalifah, melontar jumroh di Mina, tawaf atau mengelilingi Ka'bah dan melakukan Sa'i. Amalan tersebut sangat menguras tenaga jamaah haji dan tidak melihat kondisi usia. Banyak jamaah wafat di Tanah Haram karena tingkat kelelahan luar biasa.

Kenyataan ini harus diketahui setiap umat muslim yang hendak menunaikan ibadah haji. Dengan kata lain, ibadah haji erat kaitannya dengan kemampuan fisik atau istita'ah kesehatan. Selama ini, banyak jamaah haji yang mengabaikan kondisi kesehatannya. Padahal dalam kondisi tidak mampu secara medis, maka gugur pula kewajibannya.

Sebagai gantinya, orang yang tidak mampu melaksanakan ritual haji karena meninggal atau uzur syar’i, baik rohani maupun jasmani bisa dibadalkan. Badal haji atau haji badal berarti amanah haji atau menghajikan orang lain. Aturan ini juga sudah tertuang dalam hadist Rosulullah.

Seorang wanita dari Khas’am bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, salah satu kewajiban Allah kepada hamba-Nya adalah haji. Ayah saya sekarang sudah sangat tua, tidak lagi sanggup duduk di atas kendaraan. Apakah saya boleh menunaikan ibadah haji atas namanya?” “Boleh,” jawab Rosulullah.

Kenyataannya, tidak sedikit jamaah yang berangkat dengan kondisi kesehatan berisiko tinggi. Bahkan ada jamaah yang sangat tergantung orang lain karena tidak mampu mengurus dirinya sendiri. Sudah pasti, jamaah yang bergantung pada orang lain dan orang yang membantunya tidak akan maksimal menjalankan seluruh ritual hajinya.

Kondisi humanis inilah yang membuat sebagian ulama menyatakan bahwa ibadah haji itu unik. Orang yang niatnya sudah bulat tidak lagi memperhatikan kondisi tersebut. Tidak sedikit pula jamaah haji yang menjawab ingin wafat di Tanah Haram. Mereka berdalih, wafat di saat berhaji masuk dalam golongan orang yang mati syahid.

Pada tahun ini, ada jamaah haji tertua dari Indonesia dengan usia 110 tahun, Karto Marsaid bin Sonodrono. Jamaah ini tergabung bersama kelompok terbang 6 Banjarmasin dengan pesawat Garuda GA-8106. Dengan usianya, sulit membayangkan Karto mampu menjalani ritual haji. Nyatanya, Karto terlihat masih bugar.

Bukti lainnya, Allah menunjukkan kekuasaannya dan mungkin dinilai aneh bagi manusia. Seorang jamaah haji asal Medan berusia 96 tahun berangkat ke Tanah Suci didampingi cucunya. Tidak pernah terbayangkan jamaah lain bahwa sang cucu yang berusia 50 tahun wafat di Tanah Suci. Sementara sang kakek tetap sehat dan bisa menyelesaikan ibadah hajinya.

Selain unik, setiap orang yang berhaji juga dihadapkan banyak misteri. Secara ilmiah, manusia tidak akan menjangkau sabab musababnya. Misteri yang muncul setiap kali penyelenggaraan ibadah haji adalah kejadian aneh di Tanah Haram. Banyak jamaah stres ketika tiba di Arab Saudi atau saat menjalankan ritual haji. Akibatnya, mereka mengacau atau bahkan membahayakan orang lain.

Beberapa jamaah stres dan memaksa kembali ke kampung halamannya setelah tiba di bandara. Ada pula yang mencari anaknya di bandara, padahal jamaah tersebut berangkat seorang diri. Kejadian itu baru di bandara Jeddah, yang notabenenya bukan Tanah Haram.

Ada pula yang mengalami kejadian yang sebelumnya sempat dia pikirkan. Hal di luar nalar dialami beberapa petugas haji. Seorang petugas haji tanpa sadar naik kereta dengan rute Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armina) di Stasiun Mina. Padahal, jamaah dan petugas haji Indonesia dilarang menggunakan fasilitas tersebut.

Rupanya, petugas haji tersebut sempat mengajak rekan-rekannya menikmati layanan tersebut, namun ditolak. Hingga satu hari, dia tanpa sadar diarahkan menuju stasiun dan naik kereta. Petugas haji tersebut terpisah dari rombongan lain yang berangkat bersama dari pemondokan untuk melontar jumroh.

Secara logika, seharusnya petugas haji itu dilarang masuk area stasiun ketika memasuki pintu gerbang. Terlebih setiap penumpang dikenakan ongkos 200 reyal atau sekira Rp500.000. Dengan lenggang di depan petugas dia masuk stasiun dan naik kereta. Dia baru tersadar saat kereta sudah berjalan. Tragisnya, petugas itu berada di gerbong khusus perempuan.

Setidaknya kejadian itu menjadi gambaran atau tauladan bagi siapa pun yang hendak melaksanakan ibadah haji. Masih banyak kejadian misteri yang dialami jamaah haji. Selain dana, ibadah dan kesehatan, ada aspek lain yang harus dijalani. Setiap umat muslim yang menunaikan ibadah haji harus menjada ucapan selama di Tanah Haram. Terlebih setiap manusia tidak boleh sombong, meski hanya hal sepele. Kesombongan itu bisa langsung menjadi petaka di Tanah Haram.

No comments:

Post a Comment