28.5.13

Aaishah Abid Choudry: Aku Berusaha Keras untuk Mengamalkan Islam



Aaishah Abid Choudry dilahirkan sebagai Harumi, dia memilih nama Aaishah setelah memeluk Islam empat tahun lalu pada usia 26 setelah menikah dengan seorang pria asal Pakistan. Dua tahun kemudian, seperti mayoritas wanita Jepang yang menikah dengan lelaki Muslim di Jepang, dia tetap saja enggan terikat dengan undang-undang Islam. Dua tahun lalu, satu hari dia memutuskan untuk melakukan ibadah menurut intuisinya. Karena baginya Islam bermakna mempunyai hubungan pribadi dengan Allah. Dia bangun dan mulai melaksanakan shalat untuk pertama kali. Suaminya seorang Muslim yang taat tidak pernah memaksanya untuk menganut Islam tetapi diam-diam berdoa semoga dia memilih Islam selama bertahun-tahun. Suaminya menangis dan begitu terharu melihatkan doanya dikabulkan Tuhan.

Dulunya terasa jauh dan tidak dikenali di Jepang, kini Islam telah mulai merebak di kalangan wanita muda Jepang. Ramai yang menikah dengan lelaki yang datang ke Jepang untuk mencari pekerjaan seperti dari Iran, Bangladesh, Pakistan dan Malaysia. Sebuah pusat aktivitis Islam di Tokyo, Pusat Islam Setagay-ku mendaftarkan lebih dari 80 anggota tahun ini, mayoritasnya wanita Jepang.

Walaupun sebagian dari wanita yang memeluk Islam tidak berpikir tentang pernikahan, tetapi banyak yang memeluk Islam untuk menikah dengan Muslim; pusat tersebut melaporkan angka sebanyak 40 pernikahan yang terjadi antara Muslim asing dan wanita Jepang tahun ini.

"Wanita tertarik dengan Islam karena mereka menginginkan kebebasan. Islam memberikan kemerdekaan karena mereka bukan budak kepada seorang lelaki. Islam menentang serangan moral terhadap wanita. Kesucian dan kemuliaan wanita juga dipelihara. Hubungan haram tidak dibenarkan. Semua ini menarik hati wanita," kata Siddiqi.

Undang-undang Islam juga menyebutkan bahwa lelaki muslim bisa mempunyai lebih dari seorang isteri. "Perkara ini tampaknya begitu menarik sekali. Kami jelaskan ribuan kali bahwa menikah dengan empat dibenarkan hanya dengan syarat-syarat yang tidak dapat dielakkan seperti frigid, tidak subur dan sebagainya. Sebagai hasilnya tidak ada pelacuran dalam Islam. Jika anda memerlukan seorang lagi istri, maka kawinlah satu lagi dan peliharalah anak-anaknya."

Ketika ditanya mengapa wanita tidak dibenarkan mempunyai lebih dari seorang suami, Siddiqi menjelaskan, "Karena jika tidak bisa memutuskan siapakah ayah kepada anaknya. Hal ini akan membingungkan. (Undang-undang Jepang juga menggunakan logika yang sama, melarang wanita untuk menikah lagi dalam jangka waktu 6 bulan dari perceraian) Sementara iddah dalam Islam waktunya lebih pendek.

Wanita Jepang yang mengawini lelaki muslim dari negara-negara Islam sering menghadapi pemboikotan dari keluarga dan keterasingan dari teman-temannya; hidup dengan undang-undang Islam memerlukan perubahan besar di hampir seluruh aspek kehidupan mereka.

Ibadah harian Muslim seperti shalat, lima kali sehari semalam, merupakan halangan besar bagi siapa yang ingin mempunyai pekerjaan tetap. Seorang wanita muda yang bekerja di sebuah perusahaan elektronik di Tokyo berhasil menunaikan shalat di dalam ruang ganti pakaian di perusahaannya. Perusahaan Sharp misalnya menganggap shalat tidak menjadi penghalang bagi seseorang yang ingin bekerja tetap.

Muslim baru juga harus melakukan perubahan besar dalam masalah makanan. Muslim tidak dibenarkan memakan babi dan minum alkohol. Tidak juga memakan binatang yang tidak disembelih.

Jus dan Tsukamoto mungkin mengandungi bahan pengawet dengan level rendah alkohol; coklat, es krim, kue dan lain-lain desserts mungkin mengandungi lemak hewan, dan gelatin yang dibuat dari tulang binatang.

Walaupun produk halal kini telah mulai tersedia di toko-toko yang dikhususkan buat produk halal dan impor, sayangnya masih banyak produk yang terjual di supermarket-supermarket tidak dapat dikonsumsi oleh umat Islam.

Yang paling mudah dilihat adalah hijab wanita Muslim yang menutupi kepala, dengan pakaian berlengan panjang dan celana yang menutup kaki mereka. Terdapat berbagai variasi dalam hal ini.Wanita Saudi memakai jilbab yang menutup hidung dan mulut mereka, sementara Muslimah Malaysia memakai kerudung di kepala mereka.

Aaisya yang mengenakan hijab hitam mengatakan, "Saya tidak dilahirkan dalam keluarga Muslim, maka sebab itu saya begitu keras mengamalkannya. Sebelum memeluk Islam, saya adalah seorang sekretaris presiden disebuah perusahaan. Saya minum alkohol, mengenakan rok mini, dan semacamnya. Selepas memeluk Islam, semuanya berubah. Saya memberikan lima tas pakaian kepada orang. Untuk menjadi seorang muslim yang baik, membutuhkan waktu."

Walaupun cara hidup Islam yang ketat tidak sesuai dengan cara hidup di Arab Saudi, di Jepang, Islam bermaksud menerima kehidupan yang radikal berbeda dari orang-orang Jepang biasa. Mungkin, bagi sebagian orang ini merupakan sesuatu yang menarik.

"Sebelum memeluk Islam saya tidak mengetahui mengapa saya dilahirkan di muka bumi ini. Saya pikir bahwa tujuan bekerja adalah untuk membuat orang lain memandang tinggi terhadap diri saya. Saya percaya nilai seseorang terletak pada universitas di mana dia belajar, dan seberapa banyak urang yang diperolehinya. Kini saya tahu bahwa bekerja adalah untuk memelihara tubuh saya dan saya berada di muka bumi ini untuk memuji Allah," kata wanita yang menikah dengan lelaki Pakistan, seorang supir truk.

Yang lain seperti Noureen, seorang dosen berusia 30 tahun di Universitas Saitama, telah mencoba agama lain, termasuk Kristen,tapi yang didapati tidak memuaskan hatinya sebelum menemukan Islam. Dia bertemu dengan suaminya, seorang warga Pakistan berusia 29 tahun yang bekerja di pabrik, ketika menghadiri sesi study di Pusat Islam. Dia resmi menjadi Muslim sebelum mereka menikah empat tahun lalu.

Bagi sebagian Muslim yang membuka restoran India di Jepang pasti menghadapi dilema yang menyakitkan karena terpaksa menyediakan alkohol. Mereka tahu bahwa menyediakannya dilarang keras dalam Islam tetapi adalah mustahil untuk membuka restoran di Jepang tanpa alkohol.

Bagi Muslim dewasa bisa saja mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut di Jepang, bagi anak-anak hal ini mustahil sama sekali. Noureen tidak bertemu dengan anak lelakinya selama 6 bulan, sejak mereka mengantarnya ke Pakistan untuk tinggal bersama kakeknya supaya dia bisa besar dalam lingkungan Islam.

Dia pernah mencoba mengantar anaknya ke perawat selama setahun di Jepang dan meminta pelayan di tempat tersebut tidak memberinya makanan. Sekalipun demikian, dia masih bimbang jika anaknya mungkin mengambil makanan dari anak-anak lain. "Ketika dia semakin besar, kami bimbang apakah dia akan menghadiri hari ulang tahun teman-temannya, perayaan Hari Natal dan sudah tentu dia akan begitu sedih dan sulit untuk dia mempunyai teman."

Pada masa ini, tidak ada sekolah Islam di Jepang. Noureen berkata,"Masalahnya bukan sekadar makanan, tetapi konsepnya. Di Jepang orang memikirkan tubuh mereka adalah milik mereka sendiri, dan seorang anak haruslah berjaga sepanjang malam untuk belajar dan menumpukan perhatian terhadap ujian sekolah. Padahal kita percaya bahwa tubuh seseorang adalah milik Tuhan dan kita harus melayaninya dengan hormat."

No comments:

Post a Comment