18.4.14

Bagaimana Iman Meningkatkan Derajat Manusia


Dengan keimanan, derajat manusia dapat naik hingga derajat yang tertinggi. Maka dengan derajat yang tinggi itu, manusia menjadi mempunyai sebuah nilai yang dapat memasukkannya ke dalam surga.

Sebaliknya, dengan kekafiran, derajat manusia dapat turun hingga derajat yang serendah-rendahnya. Maka dengan derajat yang rendah itu, manusia tidak mempunyai nilai yang tidak berharga, sehingga dia dimasukkan ke dalam neraka.

Semua itu bisa terjadi karena iman telah menghubungkan antara manusia dan Penciptanya dengan hubungan dan ikatan yang sangat kuat, seperti kuatnya ikatan nasab, keturunan. Sesungguhnya keimanan adalah ikatan nasab, maka dengan keimanan seorang manusia mendapatkan nilai dan kedudukan yang sangat mulia. Kehendak dan ciptaan Allah SWT akan sangat jelas terlihat pada dirinya. Pada dirinya tanda-tanda indah yang berasal dari indahnya asma’-asma’ Allah SWT juga akan sangat terlihat.

Sedangkan kekafiran adalah sebaliknya. Kekafiran manusia telah memutuskan hubungan nasab manusia dengan Penciptanya. Kegelapan akibat kekafiran telah menutupi cahaya keindahan Allah SWT pada ciptaanNya, bahkan kadang dapat menghilangkannya sama sekali. Dalam keadaan kafir, nilai seorang manusia akan terbatas pada nilai bahan asal penciptaannya sana, yaitu tanah. Sedangkan sebagaimana kita ketahui bersama, sebuah bahan asal itu tidak mempunyai nilai apa-apa. Karena bahan itu bersifat fana dan pasti akan rusak. Maka seorang kafir hidupnya tak berbeda dengan kehidupan hewan yang akan berlangsung sementara saja.

Marilah sama-sama kita renungkan hal itu dengan sebuah permisalan. Nilai sebuah bahan asal itu tidak mesti sama dengan nilai barang jadi. Ketidaksamaan itu akan terus bertambah sesuai dengan kualitas dan cara pembuatannya. Oleh karena itu, kejadiannya pun bisa bermacam-macam. Kadang kita jumpai sebuah barang buatan sama nilainya dengan bahan asalnya. Kadang juga kita temui bahan asal jauh lebih mahal nilainya dari pada barang buatannya.

Karena, boleh saja terjadi sebuah cindera mata yang sangat mahal itu terbuat dari bahan besi. Cindera mata itu boleh jadi sebuah hasil seni kuno yang dapat bernilai jutaan Lira, walaupun barang itu hanya terbuat dari sebuah besi. Jika barang itu ditawarkan di sebuah pasar pengrajin yang mahir dan berkemampuan seni tinggi, cindera mata itu dapat bernilai jutaan Lira. Tapi apabila ditawarkan di pasar besi, maka barang itu tidak bernilai tinggi. Bahkan mungkin tidak akan ada yang mau membelinya, walaupun dijual dengan harga yang sangat murah.

Demikian juga manusia, dia adalah ciptaan yang sangat sempurna dari Zat Pencipta Yang Maha Esa. Manusia adalah termasuk penampakan kekuasaan Allah SWT yang tertinggi. Padanya, Allah SWT meletakkan banyak sekali penampakan sifat-sifat dan asma’-asma’Nya. Allah SWT menciptakan manusia untuk menjadi makhluk tempat berkumpulnya karakteristik semua makhlukNya.

Bila telah terdapat cahaya keimanan pada diri seorang manusia, maka cahaya itu akan menampakkan dan mengeluarkan semua potensi positif manusia. Bahkan orang lain akan dapat pula merasakannya. Seorang yang beriman akan dapat menangkap dan merasakan hal itu dengan cara bertafakkur. Hingga keimanan itu pun akan bersemayam dalam dirinya. Seakan seorang yang mempunyai cahaya itu berkata kepada orang lain, “Wahai manusia, inilah aku, ciptaan Sang Pencipta Yang Maha Agung. Lihatlah, betapa kasih sayangNya dilimpahkan kepadaku.”

Oleh karena itu, keimanan –yang juga mempunyai makna bernasab kepada Allah SWT – akan dapat menampakkan seluruh kebaikan dan keistimewaan manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai seorang manusia akan sangat ditentukan oleh seberapa tampaknya kebaikan dan keistimewaan ini pada dirinya. Maka dengan itu, seorang manusia yang nilai bahan asalnya tak seberapa akan berubah menjadi makhluk yang bernilai sangat tinggi, di atas seluruh makhlukNya yang lain. Saat itu, manusia akan dapat berkuasa untuk menerima firman Allah SWT, dan mendapatkan kemuliaan yang menjadikan dirinya sebagai tamuNya di surga.

Sebaliknya, jika manusia dimasuki oleh kekafiran –yang juga mempunyai makna terputusnya nasab dengan Allah SWT- maka akan hilang juga semua keistimewaan manusia yang berasal dari sifat-sifat dan asma’-asma’ Allah SWT. Semua itu akan hilang dalam kegelapan. Ketika hilang, artinya hal itu tidak akan dapat dilihat dan dibaca. Karena manusia itu sudah melupakan Penciptanya. Dan ketika lupa, arah-arah maknawi yang dapat menunjukkan kepada Sang Pencipta juga tidak dapat diketahui.

Bahkan keistimewaan dan kebaikan manusia itu akan berbalik keadaannya. Semua tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang diletakkan pada diri manusia akan benar-benar hilang. Yang tersisa dan terlihat oleh mata hanyalah hal-hal yang sepele, yang sama-sama dimiliki oleh benda dunia yang lain, dan kadang terjadi secara kebetulan. Itupun kadang akan hilang sama sekali, sehingga benar-benar hilang keistimewaannya. Benda yang sebelumnya bernilai sangat mahal itu kini tak bedanya dengan sebuah botol kaca berwarna hitam kelam, yang hanya digunakan untuk keperluan-keperluan yang sederhana dan biasa saja.

Oleh karena itu, dapat kita katakan bahwa tujuan hidup sebuah materi hanyalah bagaimana dia dapat hidup walaupun sebentar saja, dengan kehidupan yang sempit dan tidak bernilai tinggi. Materi adalah makhluk yang paling rendah, lemah dan hina, dan pada akhirnya akan hilang dan dimusnahkan. Dan demikianlah, bagaimana kekafiran dapat merubah kualitas hidup manusia yang sebenarnya adalah makhluk yang sangat tinggi derajatnya, menjadi benda yang tidak ada bedanya dari benda dunia yang lain. Layaknya perubahan dari permata yang mahal, menjadi batu arang hitam yang hina.

No comments:

Post a Comment