23.6.13
Bagaimanakah Kebahagiaan Sejati Menurut Islam?
Pada suatu ketika, seorang sufi besar yang bernama Sa’id Ibn Abi al-Khair berkata,
ليس هناك طريق اقرب وافضل واسرع الى الله من العمل على راحة شخص
“Tidak ada jalan yang terpendek, terbaik, dan tercepat untuk menuju Allah selain memberi rasa nyaman pada orang lain”
Sungguh kata-kata ini seharusnya memberikan kesadaran pada yang membacanya tentang kepedulian pada sesama. Harus sadar bahwa jalan menuju Allah itu tidak hanya dengan shalat sampai dahi atau lututnya luka, tidak hanya dengan puasa menahan lapar, atau dengan haji yang menghabiskan banyak biaya. Ungkapan Syekh Sa’id di atas mengingatkan akan pentingnya sifat sosial manusia. Dan jangan pandang sebelah mata terhadap hal ini. Mengingat kepedulian pada sekitar adalah bagian dari sesuatu yang sangat dijunjung dalam Islam.
Hal ini bisa dilihat dari sejarah nabi Muhammad. Nabi itu sangat dihormati, disegani, atau diterima banyak kalangan bukan karena ibadahnya yang rajin, melainkan kepeduliannya pada sosial. Sehingga orang yang belum masuk islam lalu menjadi terenyuh melihat kasih sayang beliau, kedermawanannya, kepeduliannya dan lain sebagainya. Seandaianya beliau tidak menggunakan sifat-sifat yang demikian itu, niscaya beliau akan sulit diterima oleh kaumnya. Ini terlepas dari takdir yang telah diberikan oleh-Nya.
Dalam salah satu ayatnya, Allah pun mengisyaratkan akan hal ini, sebagaimana dalam ayat berikut,
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيم
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan, sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya” (QS. Ali Imran: 92)
Pada ayat tersebut, sudah secara jelas Allah menyebutkan tentang sikap sosial, yaitu berupa bersedekah pada orang lain dan barang yang disedekahkan adalah barang yang disenangi. Seorang mufassir terkemuka, Fakhruddin Al-Razy, dalam mengomentari ayat ini berkata, “ini menunjukkan bahwa manusia mensedekahkan apa yang dicintai atau disenangi, maka hal itu adalah paling utamanya ketaatan”.
Oleh karena itu, benar kata Gus Mus yang mengatakan bahwa seperti Bupati tidak kebanyakan wirid, yang penting berjuang demi kesejahteraan rakyat, menghilangkan kesengsaraan rakyat, maka dia sudah termasuk orang shalih. Bapak polisi misalnya, tidak usah kebanyakan wirid, yang penting bisa menjaga keamanan dan menegakkan keadilan, maka mereka sudah termasuk orang baik.
Hanya saja, tentunya yang diinginkan bisa kedua-keduanya. Ibadah mahdhahnya (murni) mantep, seperti shalat, puasa, haji, dan lain sebagainya. Tapi ibadah sosialnya juga sip. Yang menjadi contoh dalam hal ini tentu adalah sang baginda Nabi Muhammad Saw. Semangat perjuangan beliau dalam mensejahterakan umatnya, kepedulian beliau dalam menjaga umatnya sungguh patut ditiru. Buang jauh-jauh keegeon diri yang dengan acuh tidak acuh pada sesama. Mulai jalani hidup dengan memberi perhatian penuh pada sesama. Jadikan kebahagian orang lain menjadi sumber kebahagian diri sendiri.
No comments:
Post a Comment