5.7.13

dewa Gilang, Inilah Kedudukan Shahih Bukhari Muslim



Apa kedudukan Shahih Bukhari dan Shahih Muslim di sisi kaum muslimin?
Imam An-Nawawi berkata:

اتفق العلماء -رحمهم الله- على أنّ أصح الكتب بعد القرآن”الصحيحان” البخاري ومسلم،وتلقتهما الأمة بالقبول

“ Para Ulama –semoga Allah merahmati mereka- telah sepakat menyatakan bahwa kitab yang paling Shahih setelah al-Qur’an adalah ash-Shahihain; Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. 

Umat telah menerima keduanya dengan baik. ” (Muqaddimah Syarh Shahih Muslim)
Berkata Imam Al-’Aini:

اتفق علماء الشرق والغرب، على أنه ليس بعد كتاب الله تعالى أصح من صحيحي البخاري ومسلم

“Para ulama di timur dan di barat telah sepakat bahwa tidak ada setelah Al-Quran kitab yang lebih sahih dari pada Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. ” (Umdatul Qari 1/5)

Imam Ibnu Ash-Sholah berkata:

جميع ما حكم مسلم بصحته من هذا الكتاب فهو مقطوع بصحته، والعلم النظري حاصل بصحته في نفس الأمر، وهكذا ما حكم البخاري بصحته في كتابه؛ وذلك لأن الأمة تلقت ذلك بالقبول سوى من لا يُعتد بخلافه

“Semua yang dihukumi sahih menurut Imam Muslim dalam kitab ini (Shahih Muslim), maka itu bisa dipastikan sahih. Ilmu an-nazhari terwujud dengan kesahihannya seketika. Demikian pula apa yang dihukumi sahih oleh Imam Bukharia dalam kitabnya (Shahih Bukhari). Yang demikian itu, karena umat telah sepakat untuk menerimanya kecuali orang yang penyelisihannya tidak diakui. ” (Shiyanatu Shahih Muslim hal 85-86)

Berkata Imam Ad-Dahlawi:

أما الصحيحان: فقد اتفق المحدثون على أن جميع ما فيهما من المتصل المرفوع صحيح بالقطع، وأنهما متواتران إلى مصنفيهما، وأن كل من يهون أمرهما فهو مبتدع غير سبيل المؤمنين

“Adapun Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, maka para ahli hadits telah sepakat bahwa seluruh sanad bersambung marfu’ yang ada di keduanya adalah pasti sahih. Dan kedua kitab itu diriwayatkan secara mutawatir sampai kepada penulisnya. Dan (para ulama juga sepakat) bahwa siapa yang meremehkan keduanya, maka ia ahli bidah tidak mengikuti jalan kaum mukminin. ” (Hujatullah Al-Balighah 1/232)

Berkata imam Asy-Syaukani:

واعلم أن ما كان من الأحاديث في الصحيحين أو أحدهما جاز الاحتجاج به من دون بحث لأنهما التزما الصحة وتلقت ما فيهما الأمة بالقبول

“Ketahuilah bahwa seluruh hadits yang ada dalam shahih Bukhari dan Shahih Muslim atau salah satunya, boleh digunakan untuk berhujjah tanpa perlu diteliti. Sebab, keduanya telah mengharuskan hanya meriwayatkan hadits sahih. Dan umat pun telah menerima keduanya dengan baik. ” (Nailul Author 1/22)

Perkataan ulama-ulama besar tadi dan masih banyak lagi menunjukkan bahwa Shahih Bukhari dan Muslim memiliki kedudukan yang agung di tengah-tengah kaum muslimin. Sebab, keduanya kitab tersahih setelah Al-Quran. Dan siapa yang meragukan keabsahan keduanya, maka ia seorang ahli bidah (lihat perkataan Imam Ibnu Ash-Sholah dan Ad-Dahlawi di atas).
Demikianlah kedudukan 2 kitab ini, begitu jelas dan terang.  Namun, walaupun itu telah terang dan jelas, ada saja orang yang berusaha meragukan keabsahan hadits-hadits dalam keduanya (terutama di era belakangan).

Di antaranya adalah apa yang dilakukan dewa Gilang dalam artikel terbarunya. dewa Gilang menggiring pembaca untuk meragukan keabsahan hadits-hadits sahih Bukhari dan Muslim. dewa Gilang seolah-olah ingin menyatakan bahwa ahlussunnah tidak sepakat akan keabsahan hadits dalam keduanya.

dewa Gilang berkata: “Perlu diketahui, bahwa jauh sebelum “orang Syiah” bernama akun @Dewa Gilang menuliskan kritiknya terhadap Bukhari-Muslim, maka diskursus mengenai keabsahan hadis-hadis dalam dua kitab Bukhari-Muslim telah lama terjadi. Taruhlah nama-nama ulama Sunni seperti Ahmad Amin, Rasyid Riddha, Muhammad Abduh, Muhammad Al-Ghazali adalah segelintir nama dari sekian nama ulama Sunni yang mengkritik hadis-hadis yang terdapat dalam Bukhari-Muslim. Apakah dengan fakta yang demikian, maka Bapak KP akan menyebut mereka sebagai “orang Syiah”, sementara jelas mereka berpaham Sunni? “
Tanggapan saya:

1. Apakah mereka ahli hadits sehingga penyelisihan mereka mu’tabar (bisa diakui)?
Mari kita ulik satu-persatu:

-Ahmad Amin bukanlah ahli hadits, bahkan ia termasuk diantara para peneliti muslim yang banyak sedikitnya terpengaruh dengan para orientalis.


Kalau memang ia ahli hadits, yang pakar dalam mensahihkan dan melemahkan hadits, lantas mana karya tulisnya tentang hadits? Mana karyanya tentang ilmu rijalul hadits? Jarh wata’dil?
-Muhammad Abduh ia bukanlah ahli hadits, bahkan ia seorang ulama mesir yang mengikuti metode pemikiran mutazilah. Bukankah di antara prinsip mu’tazilah adalah menolak hadits apapun jika bertentangan dengan akal?

Dan kalau memang ia ahli hadits, yang pakar dalam mensahihkan dan melemahkan hadits, lantas mana karya tulisnya tentang hadits? Mana karyanya tentang ilmu rijal hadits? Jarh wata’dil?


-Rasyid Ridho ia merupakan salah satu murid Muhammad Abduh. Ia banyak terpengaruh oleh Muhammad Abduh. Namun apakah itu sampai akhir hayatnya?

Tidak!

Ia terpengaruh di awal masa pencarian ilmu. Adapun setelah meninggal gurunya tersebut, ia melepaskan diri dari pengaruh gurunya.

Syaikh Rasyid Ridha berkata, “Bahwasanya setelah aku bebas berbuat sepeninggal beliau (Muhammad Abduh), akupun menyelisihi manhajnya (rahimahullah) dengan memperluas dari hadits-hadits shahih apa-apa yang ada kaitannya dengan suatu ayat baik dalam penafsirannya atau pengambilan hukum darinya.” (Tafsir al-Manar I/16 Muqoddimah).

Makanya, setelah itu beliau rujuk dari pendapat dan penolakan beliau terhadap hadits-hadits dalam Shahih Bukhari dan Muslim.

-Muhammad Al-Ghazali, ia bukanlah ahli hadits. Apa buktinya ia bukan ahli hadits?

Ia pernah meminta kepada Muhammad Nashiruddin Al-Albani, seorang ahli hadits untuk meneliti dan mentakhrij (menyebutkan riwayat siapa) hadits-hadits dalam karya tulisnya yaitu Fiqhus Sirah.

Kalau memang ia ahli hadits, untuk apa meminta orang lain untuk mentakhrij kitabnya?
Selain itu kalau memang ia ahli hadits, yang pakar dalam mensahihkan dan melemahkan hadits, lantas mana karya tulisnya tentang hadits? Mana karyanya tentang ilmu rijal hadits? Jarh wata’dil?

2. Setelah keadaan mereka begitu, ditambah lagi ternyata pendapat mereka bertentangan dengan ijma ulama! Yaitu ijma’ akan keabsahan hadits-hadits dalam Shahih Bukhari dan Muslim.

Saya sudah membahas tentang ini di sini:


Kalau dewa Gilang bertanya apakah mesti orang yang menolak hadits dalam sahih Bukhari dan Muslim berarti syiah?

Belum tentu.

Ada orang yang menolak hadits dalam sahih bukhari dan muslim karena awamnya terhadap agama.

Dan adapula yang menolak keduanya karena bertentangan dengan pemikirannya. Siapa sajakah itu?

Seperti orang khawarij atau yang terpengaruh dengan khawarij.
Seperti orang syiah atau yang terpengaruh dengan syiah.
Seperti orang mutazilah atau orang yang terpengaruh dengan mutazilah.
Dan berbagai pemikiran sesat lainnya.

Lalu berikutnya dewa Gilang menyatakan bahwa hadits bisa dikritik dan digugat.
dewa Gilang berkata: “Bagi saya, Hadis tetap memenga peranan sebagai salah satu sumber dalam Islam. Namun itu tidak berarti bahwa strata hadis dan nilai sakral-nya menyamai Alquran yang tak bisa diganggu gugat. Ia (hadis) senantias terbuka untuk dikritik dan digugat keabsahannya. Sebagai catatan, bukan berarti orang yang menolak satu-dua hadis, maka ia meremehkan hadis atau bahkan menolak seluruh hadis.”

Tanggapan saya:

Hadits mana yang digugat? Hadits dalam Shahih Bukhari dan Muslim yang telah disepakati ulama tentang kesahihannya?

Kalau memang dewa Gilang, ingin mengkritisi hadits dalam Shahih Bukhari dan Muslim, silahkan kritisi dengan ilmiah, bukan dengan dusta dan fitnah.

Mengapa saya katakan begini?

Karena di sini

dewa Gilang dengan beraninya menolak hadits dalam Shahih Bukhari dan Muslim. dewa Gilang menolak hadits itu dengan alasan di dalamnya ada perawi yang bernama Sufyan Ats-Tsauri, seorang ulama tabiin. Memang ada apa dengan Sufyan Ats-Tsauri?

dewa Gilang berkata: Sufyan disebutkan oleh Al-Dzahabi dalam Mizan al-I’tidal sebagai “innahu yudallis wa yaktubu mi al-kadzdzabin”, (ia melakukan tadlis dan meriwayatkan hadis dari para pendusta.)

Saya meminta bukti dari dewa Gilang untuk membawakan teks aslinya, namun sampai sekarang tidak pernah mendatangkannya!

Seharusnya, kalau berani menulis, harus berani pula mempertanggungjawabkan tulisannya.
Dan Alhamdulillah, barusan setelah saya coba mencari dan mencari di maktabah syamilah teks perkataan Imam Adz-Dzahabi yang menjelaskan keadaan Sufyan At-Tsauri itu, ternyata saya mendapatkan kejutan. Apa itu?

dewa Gilang memanipulasi data dengan mengutip teks tetapi tidak disempurnakan untuk menguatkan asumsinya!

Tahu dari mana?

Dilihat dari teks aslinya.

Berikut ini teks pernyataan imam Adz-Dzahabi dalam Mizan Al-I’tidal:

[صح] سفيان بن سعيد [ع] الحجة الثبت، متفق عليه، مع أنه كان يدلس عن الضعفاء، ولكن له نقد وذوق، ولا عبرة لقول من قال: يدلس ويكتب عن الكذابين.

“Sufyan bin Sa’id, hujjah yang kuat, disepakati kesahihannya walaupun pernah melakukan tadlis dari kalangan dhuafa’, namun ia punya kemampuan kritik dan kemahiran, maka tidak dapat diterima siapapun yang berkata: ia melakukan tadlis dan meriwayatkan hadis dari para pendusta.

Perhatikan, Imam Adz-Dzahabi menolak pernyataan bahwa Imam Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri adalah orang yang melakukan tadlis dan meriwayatkan hadits dari para pendusta.
Namun  perhatikan teks yang dibawakan oleh dewa Gilang: “Sufyan disebutkan oleh Al-Dzahabi dalam Mizan al-I’tidal sebagai “innahu yudallis wa yaktubu mi al-kadzdzabin”, (ia melakukan tadlis dan meriwayatkan hadis dari para pendusta.) “

Perhatikan, apakah sama antara keduanya?

Yang satu (teks asli) menyebutkan bahwa Imam Adz-Dzahabi menolak pernyataan bahwa Imam Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri adalah orang yang melakukan tadlis dan meriwayatkan hadits dari para pendusta.

Sedangkan yang satu lagi (teks yang dibawa dewa Gilang) menyebutkan bahwa Imam Adz-Dzahabi menyatakan bahwa Imam Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri adalah orang yang melakukan tadlis dan meriwayatkan hadits dari para pendusta.

Apakah akal yang sehat akan menyatakan bahwa keduanya sama?

Lihatlah, dewa Gilang memanipulasi data dengan mengutip teks tetapi tidak disempurnakan untuk menguatkan asumsinya!

Dan setelah saya cari di internet, ternyata ulah dewa gilang itu dilakukan juga oleh seorang tokoh syiah.


Entah dewa Gilang copas dari tulisannya, atau tokoh tersebut copas dari tulisan dewa Gilang?

Atau tokoh tersebut ternyata adalah dewa Gilang?

Pertanyaan yang menarik untuk dijawab.

No comments:

Post a Comment