Sejak masih tinggal di Amerika ketika berlajar drama, Willibrordus Surendra Broto Rendra sudah mengenal agama Islam dari leaflet yang dibagi-bagikan oleh orang-orang Muslim kulit hitam. Saat itu Rendra pernah membaca Surat al-Ikhlas. Tiba-tiba, menurut pengakuannya yang ia ucapkan bertahun-tahun kemudian, surah itu menggetarkan hati nyasecara teologis. “Iman saya terguncang saat membaca surah tersebut. Kegelisahan saya memuncak apalagi setelah saya membaca surah lainnya seperti Surat al-Ma’un,” paparnya.
Menurut Willibrordus, Surat al-Ma’un tidak hanya mengungkap soal hubungan manusia dengan Tuhannya yang diekspresikan dalam ibadah shalat, tetapi juga berbicara soal pentingnya memerhatikan anak-anak yatim dan orang miskin. “Orang yang shalat pun akan celaka bukan hanya karena ia lalai dengan salatnya, tetapi juga karena ia menghardik anak yatim dan melupakan orang-orang miskin,” ujarnya.
Dikemudian hari, Willibrordus dikenal sebagai Rendra. Ia adalah salah satu penyair besar yang pernah dipunyai Indonesia. Lahir di Solo, Jawa Tengah, 7 November 1935 , adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai “Burung Merak”. Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967. Ketika kelompok teaternya kocar-kacir karena tekanan politik, ia mendirikan Bengkel Teater Rendra di Depok, pada bulan Oktober 1985. Semenjak masa kuliah ia sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah.
Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru bahasa Indonesia dan bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton majapahit. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya. Setelah menikah, ia pindah agama menjadi Islam.
Baru pada usia 24 tahun, ia menemukan cinta pertama pada diri Sunarti Suwandi. Dari wanita yang dinikahinya pada 31 Maret 1959 itu, Rendra mendapat lima anak: Theodorus Setya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan Clara Sinta. Romantisme percintaan mereka memberi inspirasi Rendra sehingga lahir beberapa puisi yang kemudian diterbitkan dalam satu buku Empat Kumpulan Sajak.
Di kemudian hari pada tahun 1971 datanglah Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat ditemani oleh kakaknya R. A. Laksmi Prabuningrat, keduanya adalah putri darah biru Keraton Yogyakarta mengutarakan keinginannya untuk menjadi murid Rendra dan bergabung dengan Bengkel Teater.
Tak lama kemudian Rendra melamar Sito untuk menjadi istri kedua, dan Sito menerimanya. Peristiwa itu, tak pelak lagi, mengundang berbagai komentar sinis seperti mengenai masuknya Rendra menjadi Islam hanya untuk poligami.
Tapi alasan yang lebih prinsipil bagi Rendra, karena Islam bisa menjawab persoalan pokok yang terus menghantuinya selama ini: kemerdekaan individual sepenuhnya. “Saya bisa langsung beribadah kepada Allah tanpa memerlukan pertolongan orang lain. Sehingga saya merasa hak individu saya dihargai,” katanya sambil mengutip ayat Quran, yang menyatakan bahwa Allah lebih dekat dari urat leher seseorang. Dari Sitoresmi, ia mendapatkan empat anak: Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan Rachel Saraswati.
Sang Burung Merak kembali mengibaskan keindahan sayapnya dengan mempersunting Ken Zuraida, istri ketiga yang memberinya dua anak: Isaias Sadewa dan Maryam Supraba. Tapi pernikahan itu harus dibayar mahal karena tak lama sesudah kelahiran Maryam, Rendra diceraikan Sitoresmi pada 1979, dan Sunarti pada tahun 1981.
Sejak tahun 1977 ketika ia sedang menyelesaikan film garapan Sjumanjaya,Yang Muda Yang Bercinta ia dicekal pemerintah Orde Baru. Semua penampilan di muka publik dilarang. Ia menerbitkan buku drama untuk remaja berjudul Seni Drama untuk Remaja dengan nama Wahyu Sulaiman. Tetapi di dalam berkarya ia menyederhanakan namanya menjadi Rendra saja sejak 1975. Rendra meninggal di Depok, Jawa Barat, 6 Agustus 2009 pada umur 73 tahun. [wikipedia/pr]
No comments:
Post a Comment