“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan selain (golongan) kamu sebagai teman dekat. Mereka tidak pernah lengah (berusaha) membahayakan kamu, dan menginginkan penderitaan kamu. Telah banyak kebencian pada mulut-mulut mereka, sedangkan apa yang disembunyikan dalam hati mereka lebih hebat. Sungguh Kami telah menjelaskan kepada kamu tanda-tandarrya jika kamu mau berpikir:”
“Kamulah yang mencintai mereka, tetapi mereka tidak mencintai kamu. Kamu mengimani Kitab ini (Al-Qur’an) seluruhnya. Jika mereka bertemu dengan kamu, mereka berkata, “Kami telah beriman! Tetapi apabila mereka berpisah (dari kamu), mereka menggigit ujung-ujung jari lantaran geram bercampur benci kepada kamu. Katakanlah, “Matilah dengan kegemaran kamu yang bercampur kebencian itu Sungguh Allah Mengetahui isi dada mereka,”
“Jika kebaikan menyentuhmu, mereka susah, tetapi jika kecelakaan menimpamu, mereka bergembira karenanya. Dan jika kamu bersabar serta bertaqwa, niscaya tipu daya mereka tidak akan membahayakanmu sedikit pun. Sungguh Allah Maha Mengetahui segala perbuatan mereka,” (QS. Ali-lmran : 118 – 120)
DI dalam ayat-ayat ini dikatakan bahwa kaum Yahudi khususnya, dan semua golongan non-Islam mempunyai sifat-sifat negatif terhadap kaum Muslimin sebagai berikut:
a. selalu berusaha. menimbulkan kerugian
b. senang melihat kesusahan kaum Muslimin
c. menyimpan dendam di dalam hatinya tetapi berpura-pura berkata manis
d. tidak dapat mencintai kaum Muslimin dengan hati yang tulus di saat bertemu sesama Yahudi,
e. mereka merundingkan siasat pengrusakan terhadap kaum Muslimin.
Peristiwa sejarah pada zaman sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah membuktikan adanya ketidaksenangan bangsa Yahudi terhadap kemajuan Islam. Sebagai contoh adalah kemenangan kaum Muslimin dalam perang Badar. “Sehari sebelum Nabi dan kaum Muslimin sampai di Madinah, kedua utusannya, Zaid bin Haritsah dan Abdullah bin Rawaha sudah lebih dulu sampai. Mereka memasuki kota dari jurusan yang berlainan, Dari atas unta yang dikendarainya itu Abdullah mengumumkan dan memberitahukan khabar gembira kepada kaum Anshar tentang kemenangan Rasulullah dan sahabat-sahabat, sambil menyebutkan siapa dari pihak musyrik yang terbunuh.”
“Begitu juga Zaid bin Haritsah melakukan hal yang sama sambil menunggang Al-Qashwa’, unta kendaraan Nabi. Kaum Muslimin bergembira ria. Mereka berkumpul dan mereka yang masih berada di dalam rumah keluar beramai-ramai dan berangkat menyambut berita kemenangan besar ini. Sebaliknya orang-orang musyrik dan orangorang Yahudi merasa dengki dan terpukul sekali dengan berita itu. Mereka berusaha akan meyakinkan diri mereka sendiri dan meyakinkan orang-orang Islam yang tinggal di Madinah, bahwa berita itu tidak benar.
“Muhammad sudah terbunuh dan teman-temannya sudah ditaklukkan,” teriak mereka. “Ini untanya seperti sudah sama-sama kita kenal. Kalau dia yang menang, niscaya unta ini masih di sana. Apa yang dikatakan Zaid bin Haritsah hanya mengigau saja, karena sudah gugup dan ketakutan.”
Tetapi pihak Muslimin setelah mendapat kepastian yang benar dari kedua utusan itu dan yakin sekali akan kebenaran berita itu, sebenarnya mereka malah makin gembira, kalau tidak lalu terjadi peristiwa yang mengurangi rasa kegembiraan mereka itu, yakni peristiwa kematian Ruqayyah, putri Nabi.
Tatkala ditinggalkan pergi ke medan perang Badar ia dalam keadaan sakit dan ditinggalkannya suaminya, Usman bin Affan, yang juga merawatnya. Apabila kemudian ternyata Muhammad yang menang, mereka merasa sangat terkejut.
Posisi mereka terhadap kaum Muslimin jadi lebih rendah dan hina sekali, sampai-sampai ada salah seorang pembesar Yahudi yang mengatakan, “Bagi kita sekarang lebih baik berkalang tanah daripada tinggal di atas bumi ini sesudah kaum bangsawan, pemimpin-pemimpin, dan pemuka-pemuka Arab serta penduduk tanah suci itu mendapat bencana!”
Pada ayat-ayat di atas kaum Muslimin diperingatkan bahwa kaum Yahudi dan golongan non-Islam lainnya sangat keras permusuhannya terhadap kaum Muslimin. Mereka tidak hanya berusaha menimbulkan kerugian materiel terhadap ummat Islam, tetapi lebih jauh selalu mencari saat dan kondisi yang tepat untuk menghancurkan ummat Islam sampai ke akar-akarnya. Hal ini terbukti dalam sejarah Islam pada peristiwa perang Ahzab atau perang Khandaq tahun 5 H. di kota Madinah.
Oleh karena itu kaum Muslimin tidak boleh bersangka baik kepada kaum Yahudi, yang mayoritas sangat benci dan dendam terhadap umat Islam. [islampos/Sumber: 76 Karakter Yahudi Dalam Al-Qur’an, Karya: Syaikh Mustafa Al-Maraghi]
Related Post:
Category ›
Dakwah
No comments:
Post a Comment