Desakan agar Densus 88 antiteror dibubarkan makin mengemuka. Itu setelah Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin ikut melontarkan desakan tersebut pascapertemuan dengan Kapolri kemarin. Desakan itu menyusul beredarnya video kekerasan yang dilakukan sekelompok orang berseragam polri terhadap beberapa orang terduga teroris.
"Kalau dari sudut kami ormas islam, MUI (Majelis Ulama Indonesia), mungkin kami sepakat, saya kira densus 88 itu harus dievaluasi, bila perlu dibubarkan," ujarnya kemarin di Mabes Polri. Nantinya, setelah dibubarkan, Densus 88 Antiteror bisa diganti lembaga lain yang sejenis. Namun, tentu saja lembaga itu akan menggunakan pendekatan yang benar-benar berbeda dengan yang ada saat ini.
Din bersama beberapa perwakilan tokoh agama Islam kemarin menemui Kapolri Jenderal Timur Pradopo. Din datang terlebih dahulu menggunakan jasa ojek, disusul beberapa tokoh lain, salah satunya Ketua Umum MUI Pusat KH Amidhan. Mereka lalu berbincang dengan Kapolri sekitar satu seperempat jam.
Dalam kesempatan tersebut, para tokoh melaporkan temuan video kekerasan yang diduga dilakukan anggota Polri terhadap sejumlah terduga teroris. " luar biasa penindasan itu, diikat kaki tangannya, ditembak, diinjak-injak," ungkap Din. Ada pula yang menyuruh para terduga teroris itu untuk beristighfar, karena mau mati. Din menegaskan, tindakan brutal itu merupakan pelanggaran HAM berat.
Menurut Din, hasil pertemuan tersebut cukup positif. Kapolri cukup responsif dalam menanggapi laporan para tokoh agama Islam. Dia mengatakan, Kapolri berkomitmen untuk menindak para pelaku, meskipun itu anggotanya sendiri. Namun, yang terpenting adalah para tokoh meminta hal itu jangan sampai terulang lagi. "Terutama pendekatan dari Densus 88 jangan overacting, jangan berlebihan, dan apalagi melakukan pelangaran HAM," jelasnya.
Sementara itu, Ketua MUI Pusat KH Amidhan menyatakan, pihaknya sudah jauh-jauh hari mengeluarkan fatwa soal teroris. Sedikitnya ada dua fatwa yang dikeluarkan MUI. Pertama, Terorisme haram hukumnya karena merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Kedua, bom bunuh diri berbeda dengan Istisyhad (berkorban jiwa demi agama dan umatnya). Bom bunuh diri merupakan tindakan keputusasaan. Karena itu, MUI menyatakan haram. "Bukan mati syahid, mati konyol itu," tegasnya.
Amidhan menambahkan, pemberantasan teroris yang dilakukan Polri selama ini cenderung membuat stigma yang memojokkan umat Islam. Seolah-olah umat Islam adalah teroris. Padahal, teroris merupakan kejahatan global. Salah satu contohnya adalah kasus penembakan anggota TNI di Puncak Jaya, Papua. "Itu juga teroris," timpal Din Syamsudin.
Karenanya, Amidhan meminta aparat jangan memunculkan stigma bahwa teroris identik dengan umat Islam. Umat Islam sangat tidak mentolerir tindakan terorisme. "Untuk media juga, mari sama-sama kita hilangkan stigmatisasi terhadap umat Islam itu," tambahnya.
Dikonfirmasi terpisah, Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar menjelaskan, pihaknya bakal meneliti lebih lanjut video tersebut. Sebab, hampir bersamaan Mabes Polri juga menerima laporan yang sama dari Komnas HAM di Palu, Sulawesi Tengah. Terutama, pasca penembakan terhadap anggota Brimob di Palu 20 Desember lalu.
Saat ini, piihaknya sudah mensupervisi pemeriksaan oleh Propam Polda Sulteng terhadap anggota yang diduga menyalahi prosedur dalam menangani kasus penembakan anggota Brimob. "Dari pemeriksaan itu ada 18 personel yang terlibat, informasinya akan dilakukan sidang (kode etik). Kemungkinan dilakukan di bulan Maret," terangnya.
Dalam hal video, pihaknya menyatakan wajah para personel itu tidak langsung disorot. Namun, hasil investigasi menunjukkan ada kemiripan dengan yang dilaporkan terjadi di Palu. "Yang terpenting kami harus tetap memotivasi anggota untuk bekerja secara profesional," tambahnya.
Related Post:
Category ›
Berita
No comments:
Post a Comment