Idul Adha identik dengan hari raya Kurban. Hari di mana umat Muslim mempersembahkan binatang ternak terbaik untuk disembelih dan dikurbankan, sebagai tanda syukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT.
Jika berbicara mengenai perintah berkurban, maka tidak akan lepas dengan sejarah Nabi Ibrahim AS, yang menjadi tolok ukur perintah berkurban umat Nabi Muhammad SAW. Diriwayatkan bahwa Nabi Ibrahim adalah seorang kepala keluarga dan telah membina bahtera rumah tangga begitu lama hingga menginjak masa tua.
Namun ada sebuah kendala begitu mendasar yang menjadikan rumah tangga Nabi Ibrahim terasa kurang. Walaupun telah dihiasi dan ditaburi dengan cinta kasih sayang yang tak terkira ukurannya, yakni kehadiran seorang anak yang kelak bisa menjadi penerus risalahnya.
Begitu lama Nabi Ibrahim AS. menanti kedatangan putra yang dinanti-nantikan, namun Allah belum juga mengabulkan permintaan tersebut. Namun dengan kepasrahannya Nabi Ibrahim AS. tetap sabar menghadapi cobaan itu. Dengan umur yang tidak bisa dibilang muda lagi dan rambut yang sudah mulai memutih Nabi Ibrahim AS. tiada henti-hentinya berdoa kepada Allah agar mendapatkan keturunan. “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. as-Shaffat : 100)
Allah yang Maha Mengetahui dan Pemurah akhirnya mengabulkan permintaan Nabi Ibrahim AS tersebut. Beliau diberikan seorang keturunan berjenis kelamin laki-laki kemudian diberi nama Ismail. Namun Ismail lahir bukan dari rahim Siti Sarah melainkan dari rahim Siti Hajar istri kedua Nabi Ibrahim AS, yang juga merupakan budak beliau. Dengan kedatangan buah hati tercinta, beliau sangatlah berbahagia.
Hampir setiap waktunya sehari-hari beliau habiskan dengan Ismail kecil. Segala bentuk kasih sayang beliau luapkan terhadap Ismail, sebagai bukti bahwa Nabi Ibrahim AS. sangat bersyukur atas kemurahan yang diberikan Allah kepadanya. Beliau mengajar dan mendidik Ismail hingga berusia aqil baligh secara langsung, dengan harapan suatu saat nanti Ismail dapat menggantikannya sebagai utusan Allah.
Hingga pada suatu saat datanglah suatu ujian kepada nabi ibrahim, ujian atas kecintaan dan kasih sayangnya tersebut. Allah menguji beliau dengan cobaan yang begitu berat yakni suatu perintah yang disampaikan melalui mimpi (ru’yah shadiqah).
Ujian yang seakan meremukkan hatinya. Ujian yang begitu memilukan jiwa dan pikirannya. Mungkin beliau akan lebih memilih ditimpa dengan seribu gunung dari pada harus melaksanakan perintah suci ini. Yaitu perintah untuk menyembelih Ismail putra tunggal beliau. Seorang putra yang telah ditunggu-tunggu kedatangannya. Seorang putra yang mengisi segala hidup, menjadi inspirasi dan kekuatan beliau dalam berdakwah dalam menyampaikan ajaran yang hanif. Namun secara tiba-tiba Allah menyuruh beliau untuk menyembelihnya.
Perintah ini langsung Nabi Ibrahim AS dapat dari mimpinya. Nabi Ibrahim AS mendapat perintah dari Allah supaya menyembelih putranya Nabi Ismail. Ketika sampai di Mina, Ibrahim menginap dan bermimpi lagi dengan mimpi yang sama. Demikian juga ketika di Arafah, malamnya di Mina, Ibrahim bermimpi lagi dengan mimpi yang tidak berbeda pula. Ibrahim kemudian mengajak putranya, Ismail, berjalan meninggalkan tempat tinggalnya, Mina.
Sepanjang perjalanan, Nabi Ibrahim AS merasa sedih; Bagaimana mungkin beliau akan menyembelih buah hatinya, buah cinta kasih sayangnya, yang beliau impi-impikan begitu lama. Bagaimana mungkin seorang ayah tega membunuh putra terkasihnya, putra yang akan menggantikan tugas mulia dari seorang utusan Allah.
Namun, ketika Nabi Ibrahim AS baru saja berjalan meninggalkan rumah, syaitan menggoda istrinya, Siti Hajar: “Hai Hajar! Apakah benar suamimu yang membawa parang akan menyembelih anakmu Ismail?”. Akhirnya Siti Hajar, sambil berteriak-teriak: “Ya Ibrahim, ya Ibrahim mau diapakan anakku?” Tapi Nabi Ibrahim AS tetap melaksanakan perintah Allah SWT tersebut.
Dengan segala kecintaan, kepasrahan dan ketaqwaannya kepada Allah‘Azza wa Jalla Nabi Ibrahim AS begitu yakin akan melaksanakan perintah tersebut. Dengan berat hati beliau sampaikan perintah tersebut kepada ismail putra tersayangnya. Seperti yang diceritakan Allah dalam firman-Nya.
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata; “Wahai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!, Ia menjawab; “Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. as-Shaffat : 102).
Dengan persiapan yang begitu matang, baik tempat dan pisau yang sudah diasah begitu tajam. Maka nabi ibrahim, siti hajar dan ismail sudah siap untuk melaksanakan tugas suci dari Allah ini. Namun sebelum tugas dilaksanakan, Syaitan Laknatullah mengetahui perihal tersebut dan mengganggu mereka supaya membatalkan perintah yang begitu berat itu. Dengan segala cara syaitan mulai membujuk mereka bertiga, tapi dengan segala keyakinan mereka tidak terbujuk sama sekali. Malah sebaliknya Nabi Ibrahim bersama Siti Hajar dan Ismail melempari syaitan tersebut dengan batu, yang menjadi tradisi melempar jumrah dalam ibadah haji hingga saat ini.
Ketika pisau sudah didepan tenggorokan Ismail dan siap menembus kerongkongan, Nabi Ibrahim AS dengan memejamkan mata dan menyebut nama Allah siap mengayunkan pisau memutus leher putra tercintanya. Namun ketika pisau telah menembus dinding kerongkongan yang dapat dirasakan oleh Nabi Ibrahim AS, beliau sedikit heran. Ismail tidak mengeluarkan suara sama sekali, dan ketika beliau membuka mata, keajaiban pun terjadi. Sebelum Nabi Ibrahim AS memutus tenggorokan Ismail jadi dua, Allah mengantinya dengan seekor kambing besar. Hal ini yang membuat Nabi Ibrahim AS lebih cinta dan bertaqwa kepada sang penguasa jagad raya, Allah ‘Azza wa Jalla.
No comments:
Post a Comment