Bulan Ramadhan, bulan mulia, bulan penuh kebaikan.
Semua orang berlomba-lomba untuk berbuat baik sebanyak-banyaknya. Sudah tidak asing lagi melihat banyak orang yang membuat target ibadah selama Ramadhan. Saya melakukan survei kecil-kecilan dengan menanyakan apa target Ramadhan pada teman-teman melalui grup Whatssapp. Ada beragam jawaban:
- Shalat tepat waktu
- Selalu shalat tarawih
- Khatam membaca Al-Qur’an selama bulan Ramadhan
- Menambah hafalan surat-surat di Al-Qur’an
- Membaca buku-buku Islami
- Ingin istiqamah dalam mengerjakan berbagai amalan sunnah
- Berusaha mendapatkan Lailatul Qadr
- Memperbaiki habluminannas
Saya kemudian menanyakan apa yang memotivasi mereka membuat target seperti itu. Inilah beberapa jawaban yang muncul:
- Mendapatkan pahala Ramadhan
- Mengharapkan surga
- Ada perubahan perilaku yang lebih baik setelah Ramadhan
Pada awalnya belum menemukan niat yang unik, tapi akhirnya menemukan niat yang benar-benar berorientasi pada Allah: ingin mendapatkan cinta Allah.
Saya juga punya beberapa target Ramadhan dan motivasi utama untuk membuat target itu adalah ingin semakin mengenal Allah. Dengan kata lain, ma’rifatullah, karena sadar diri selama ini belum mengenal-Nya.
Mengapa ma’rifatullah penting?
Ma’rifatullah (mengenal Allah) merupakan hal penting bagi tiap diri manusia. Sadar atau tidak, sebenarnya Allah juga ingin agar diri-Nya dikenal oleh semua makhluk. Coba lihat luasnya alam semesta (makrokosmis) dan rumitnya diri kita sebagai manusia(mikrokosmis). Semua itu adalah tanda-tanda keberadaan Allah yang sengaja Dia buat sedekat-dekatnya dengan kita, agar Dia dapat dikenali.
“Aku adalah harta yang tersembunyi dan Aku ingin dikenal, maka Aku ciptakan makhluk agar Aku dapat dikenali.”
(Hadits Qudsi)
Ibnu Athaillah dalam “Kitab Al-Hikam” mengatakan, bahwa Allah bahkan memberi jalan menuju ma’rifat kepada-Nya bagi makhluk. Ketika kita mendapatkan jalan tersebut, itu anugerah terbesar dalam hidup.
Mengenal Allah bukan sekedar menghafal sifat-sifat-Nya, karena sekedar menghafal dapat membuat kita lupa. Lebih dari itu, mengenal Allah berarti menyertakan Dia dengan sifat-sifat-Nya di tiap langkah hidup kita.
- Sudah tahu bahwa Allah Maha Mengetahui dan selalu memberikan yang terbaik. Kalau memang sudah kenal Allah, tidak perlu ada rasa khawatir ketika dihantam cobaan yang dahsyat. Pengenalan terhadap-Nya membuat yakin bahwa Allah tahu yang terbaik. Dia paling tahu kapasitas tiap orang dalam menghadapi tantangan hidup, sehingga tidak mungkin memberikan ujian di luar batas kapasitas makhluknya.
- “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya..” (QS. Al-Baqarah: 286)
Cobaan itulah yang terbaik dari Allah. Seseorang yang sudah mengenal-Nya akan cenderung selalu bahagia karena memandang setiap hal sebagai pemberian Allah.
- Sudah tahu bahwa Allah Maha pemberi rizki. Kalau memang kenal Allah sebagai Ar-Razak, tidak perlu khawatir untuk menjadi miskin walaupun sedang diberi cobaan berupa keterbatasan dana. Bersedekah secara adil pada orang yang membutuhkan menjadi hal yang ringan karena yakin Allah akan menggantinya kelak.
- Sudah percaya akan hal itu kan? Allah selalu menepati janjinya. Kalau sudah kenal Allah, tidak akan ada su’udzan pada-Nya walaupun kesulitan yang menimpa belum berakhir. Dia bahkan berkata dua kali berturut-turut: “Maka, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah ayat 5-6)
- Sebenarnya mudah saja bagi Allah untuk memudahkan segala urusan kita, tapi bisa jadi Dia berkehendak memberikan kesulitan untuk menguji kita. Dia Maha Kuasa. Kalau sudah kenal Allah, semuanya akan kita kembalikan pada-Nya. Sadar, bahwa diri ini tidak punya apa-apa, sedangkan Dia yang punya segalanya dan dapat melakukan apapun. Ketika sudah dikembalikan pada Allah, kita akan mudah mengambil ibrah dalam setiap kejadian.
- Mengambil ibrah bukan saja di saat sulit, tapi juga di saat senang. Bagaimana rasanya ketika menjadi seseorang yang cerdas dalam suatu atau banyak bidang ilmu? Kalau sudah kenal Allah, Sang Pemilik Segala Ilmu, tidak akan muncul rasa bangga diri sedikitpun. Sadar, bahwa diri tidak punya apapun, bahkan ilmu yang ada padanya itu juga pemberian Allah.
Ilmu Allah meliputi segala hal. Dia Mengetahui segala yang tampak dan tersembunyi. Kalau sudah kenal Dia, kesempatan hati untuk bermaksiat semakin kecil, sifat-sifat dan perilaku buruk pun akan semakin berkurang.
Apa yang terjadi ketika tidak mengenal-Nya?
Coba saja negasikan semua premis “Kalau sudah kenal Allah” di tiap poin. Hasil yang akan muncul bisa seperti ini:
- Ada rasa khawatir karena lupa bahwa cobaan yang dihadapi itu merupakan ujian dari Allah yang Maha mengetahui kapasitas hamba-Nya dan tidak mungkin memberi ujian di luar kapasitas.
- Sifat kikir karena tidak mengenal Allah Maha Pemberi Rizki, sebenarnya akan mengganti harta yang disedekahkan untuk kebaikan.
- Mudah su’udzan karena tidak percaya bahwa Allah selalu menepati janji, termasuk dalam memberikan kemudahan.
- Stress karena tidak mengembalikan semua hal pada Allah yang Maha Kuasa dan mengambil ibrah dari tiap kejadian yang menimpa kita. Seakan-akan tidak ada tempat yang paling tepat untuk bergantung dan kejadian buruk memang selalu buruk.
- Sombong karena merasa ilmu yang dimilikinya semata berasal dari hasil usahanya. Lupa bahwa Allah yang memiliki semua ilmu dan memberikan sebagian kecil ilmu-Nya pada makhluk-makhluk yang Dia kehendaki.
Baru ada lima contoh yang dipaparkan, tapi rasanya rugi kalau tidak mengenal-Nya, bukan?
Ketika sudah mengenal, pasti dekat dengan-Nya. Kalau sudah dekat, pahala dan surga akan mengikuti. Allah tidak akan menyia-nyiakan usaha hamba-Nya yang ingin selalu dekat dengan-Nya.
Tentu saja orang yang berusaha mendekatkan diri pada Allah akan beramal shalih. Tidak salah juga mengharapkan pahala dan surga karena itu bisa jadi motivasi untuk beramal shalih, namun tentu saja dengan niat melakukan semuanya karena Allah. Banyaknya amalan yang dilakukan karena Allah bisa membuat kita semakin mengenal-Nya.
Saya teringat dengan perkataan Ibn Athaillah, bahwa manusia jangan bersandar pada amal semata walaupun kita diwajibkan untuk beramal. Sambil beramal, sambil tidak menyandarkan diri pada amal itu. Kita harus bersandar pada Allah semata untuk menggapai ridha-Nya. Bagaimanapun juga, sebanyak apapun amal manusia tidak mampu membuatnya masuk surga. Yang membuat manusia masuk ke surga adalah rahmat Allah.
Sayang ketika beramal tanpa ada niat untuk semakin mengenal Allah.
Jadi, mari kita tambahkan motivasi beramal di bulan Ramadhan: Melangkah untuk semakin mengenal-Nya.
Sumber bacaan:
Al-qur’an Al Karim
Ibn Athaillah As-Sakandari. (2012). Kitab Al Hikam. Penerjemah: Dr. Ismail Ba’adillah. Jakarta: Khatulistiwa Press.
S.M.N. Al Attas (2013), Islam: Faham Agama dan Asas Akhlak. Kuala Lumpur: IBFIM.
Related Post:
Category ›
Dakwah
No comments:
Post a Comment