PERKEMBANGAN media sosial di Indonesia saat ini sangat luar biasa. Banyak orang memanfaatkannya dengan bermacam-macam. Mulai untuk tujuan bisnis, sekedar iseng, penipuan, hingga untuk berdakwah. Bahkan tak kalah penting, sebagai ajang menyebarkan pemikiran-pemikiran.
Salah satu pihak yang gencar menyebarkan pemikiran-pemikirannya adalah kalangan yang mengaku Islam tetapi berpikiran liberal-sekular. Mereka aktif memposting opini dan pendapat mereka tentang sesuatu — tentunya saja– dengan kacamata liberal yang mereka gunakan. Sayangnya, banyak kalangan awam yang belum memiliki pemahaman mendalam tentang Islam, ikut terjebak dan terhipnotis dengan pendapat-pendapat ‘menyesatkan’ mereka.
Pengguna sosial media hari ini masih kurang diminati aktivis Islam. Sebagai bagian dari aktivitas amar ma’ruf nahi munkar, sesekali perlu kalangan Muslim merebut wacana dengan melakukan counter atau menyanggah pendapat-pendapat kalangan seperti ini. Toh hal seperti ini juga dibolehkan oleh Nabi kita.
Dari Abu Sa’id Al Khudry ra berkata, saya mendengar Rasulullah Shallahu ‘alaihi Wassallam bersabda, “Barangsiapa di antara kamu yang melihat kemunkaran, maka hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan lisannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah dengan hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim).
Dalam meng-counter pendapat tersebut diperlukan kesabaran, keilmuan dan juga keikhlasan, bukan untuk menang-menangan, apalagi sekedar popularitas belaka.
Belum lama ini kalangan aktivis liberal ‘menyerang’ para aktivis Islam di jejaring twitter dengantwitwar (perang status di Twitter).
Kaum liberalis melabeli para aktivis Islam ini sebagai “lulusan pesantren kilat”. Maksudnya, lulusan ‘pesantren kilat’, memang tak pantas mendebat mereka yang notabene jebolan pesantren “asli” dan lulusan universitas-universitas ternama di luar negeri.
Lulusan ‘pesantren kilat’, yang dicap belum memiliki ilmu dan wawasan keislam-an yang kuat.
Jika memang begitu kenyataannya, ilmu yang kita miliki belum cukup dan strata pendidikan kita tidak setinggi mereka, janganlah kita merasa putus asa dan hilang harapan.
Jangan pula kita berhenti untuk menyuarakan kebenaran dan melawan kebathilan. Kita wajib untuk terus mendakwahi mereka dan korban pemikiran mereka dengan cara yang santun, bahasa yang sopan, argumentasi yang kuat dan akhlak yang baik, seperti teladan lulusan pesantren kilat yang akan diceritakan di bawah ini. Lebih-lebih menambah ilmu.
Adalah Habib al-Najjar. Dia adalah salah satu lulusan pesantren kilat yang fenomenal, mewangi namanya tercatat indah di surah yang paling sering dibaca oleh Muslim di tanah air, surah Yasin. Adalah Ashabul Qaryah (penduduk suatu negeri), ketika diutus kepada mereka dua orang utusan oleh Allah Subhanahu Wata’ala.
إِذْ أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوا إِنَّا إِلَيْكُم مُّرْسَلُونَ
“Kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata, ‘Sungguh, kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu.’” (QS. Yasin: 14).
Kaum itu tetap membangkang dan tidak mengindahkan seruan para utusan dan melabeli para utusan sebagai pendusta.
Tetiba datanglah dari ujung kota seorang lelaki. Lelaki itu bukanlah siapa-siapa, dia tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan. Dia pun tak memiliki kedudukan yang mulia di mata kaumnya. Tapi dia memiliki sesuatu yang lebih berharga dari itu semua, yaitu aqidah yang hidup dan menyeruak di dalam jiwanya, mendorong dan memotivasinya untuk datang dari ujung kota dengan ilmu yang seadanya untuk menguatkan dakwah para utusan. Lelaki itu ketika mendengarkan dakwah dari para utusan, kemudian langsung meresponnya setelah melihat adanya tanda-tanda kebenaran. Dengan bergegas ia berkata,
وَجَاء مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ رَجُلٌ يَسْعَى قَالَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِينَ
تَّبِعُوا مَن لاَّ يَسْأَلُكُمْ أَجْراً وَهُم مُّهْتَدُونَ
“Wahai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu. Ikutilah orang tiada meminta imbalan kepadamu, dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Yasin: 20-21).
Imam Fakhrurrazi rahimahullaah dengan sangat indah nan menyentuh memaparkan beberapa hikmah yang agung, yang mengisyaratkan akan ajegnya dakwah tauhid di dalam dada Habib al-Najjar ini, yang demikian jujur dan ikhlas menyeru dan mengajak kaumnya.
Dalam firman-Nya disebutkan, “Dengan bergegas”, sebagai gambaran bagi kita, bahwa ia ingin sekali kaumnya bisa sesegera mungkin merasakan dan mereguknya sejuknya hidayah seperti yang telah didapatkannya. Memberi motivasi bagi kita untuk senantiasa menguras segala daya upaya yang kita miliki untuk memberikan seuntai nasihat kepada orang yang kita cintai.
Seruan “Wahai kaumku..”, memiliki rahasia makna yang begitu mendalam, dimana dalam ungkapan tersebut nampak sekali bagaimana dalamnya rasa kasih sayang yang dimilikinya terhadap kaumnya. “Ikutilah utusan-utusan itu…”, merupakan ajakan agar mereka mengikuti para Rasul yang diutus oleh Allah Subhanahu Wata’ala kepada mereka. Dia tidak mengatakan, “Ikutilah aku…”, karena memang dia bukanlah siapa-siapa. Dia mengajak mereka untuk mengikuti para Rasul yang telah menampakkan bukti yang terang benderang kepada mereka.
Kemudian, dalam firman-Nya pula disebutkan, Habib al-Najjar mengatakan, “Ikutilah orang yang tiada meminta imbalan kepadamu, dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Yasin: 21). Tirulah Metode Ini..
Mahasiswa Pascasarjana Informatika Kelompok Studi Palestina (KSP)
No comments:
Post a Comment