Pada 13 Januari 1489, Shamur, seorang pendeta Yahudi—rabi—dari kota Arles, Perancis, mengirim surat pada masyarakat Yahudi yang tinggal di Istambul, Turki.
Dalam suratnya, Shamur minta jalan keluar soal kehidupan kaum Yahudi Perancis yang mengalami tekanan dari mayoritas Nasrani.
“Kaum Nasrani Perancis di kota Aix, Arles, dan Marsailles, mengancam keberadaan tempat-tempat ibadah kita,” tulis Shamur penuh nada kecemasan.
Dengan cepat, surat Shamur dibalas oleh pemimpin tertinggi Yahudi Konstantinopel. “Raja Perancis memaksa kalian memeluk agama Nasrani. Kalian sulit menentang paksaan itu. Maka masuklah ke agama Nasrani. Tapi harus diingat, ajaran Musa harus kalian tetap pegang erat-erat dalam hati sanubari,” tulis surat balsan itu.
Umat Kristen, lanjut surat tersebut, memerintahkan agar kalian menyerahkan harta benda kalian. Laksanakanlah. Selanjutnya didiklah putra-putri kalian menjadi pedagang dan pengusaha yang tangguh, agar pelan-pelan bisa merebut kembali harta benda itu dari tangan mereka.
“Kalian juga bilang bahwa mereka mengancam keselamatan hidup kalian. Maka binalah putra-putri kalian untuk jadi dokter, agar bisa membunuh orang-orang Kristen dengan diam-diam,” tulis rabi tertinggi di Konstantinopel.
Mereka menghancurkan tempat peribadatan kalian, maka didiklah putra-putri kalian untuk menjadi pendeta, agar bisa menghancurkan gereja mereka dari dalam.
Mereka menindas dengan melanggar hak dan nilai kemanusiaan kita, maka didiklah putra-putri kalian sebagai agen propaganda dan penulis, agar bisa menelusup ke dalam jajaran pemerintahan.
“Dengan demikian,” tulis akhir surat tersebut, “…kalian akan mampu menundukkan orang Kristen dengan cengkeraman kuku-kuku kekuasaan internasional yang kalian kendalikan dari balik layar.”
Surat balasan tertanggal 24 Juli 1489 itu dijadikan pegangan kaum yahudi, tidak saja di Perancis, tapi juga nyaris di seluruh belahan dunia.
Dengan susah payah, kegigihan bercampur dengan kelicikan dan konspirasi, kaum yahudi setapak demi setapak berhasil menguasai berbagai lini kehidupan.
Hampir gereja di seluruh dunia telah bisa ditundukan. Orang-orang Kristen telah menjadi alat bagi penyebarluasan gagasan-gagasan mereka. Tentunya secara diam-diam.
Di Amerika Serikat, sejak beberapa abad lalu imigran Yahudi membanjiri negeri itu. Fenomena ini membuat galau seorang Benyamin Franklin. Pada tahun 1789, berkenaan dengan Rencana Undang-Undang Imigrasi AS, Benyamin Franklin berpidato keras soal dan memperingatkan Amerika soal imigran Yahudi.
“…Jika orang Yahudi tidak disingkirkan dari AS dengan undang-undang, maka dalam maka seratus tahun ke depan mereka akan menguasai Amerika. Seandainya Yahudi tidak diusir dari Amerika, dalam duaratus tahun mendatang, anak cucu kita nanti akan bekerja di lading-ladang untuk memberi makan orang-orang Yahudi itu,” tegas Franklin.
Apa artinya seorang Benyamin Franklin melawan Yahudi dengan kekuatan konspirasinya. Amerika akhirnya berhasil dikuasai Yahudi.
Untuk mengubah pandangan umat Kristen AS terhadap Yahudi, pada tahun 1908, Cyrus I.Schofield dengan tekun memberi banyak catatan kaki pada Injil versi King James yang saat itu sangat berpengaruh dalam gereja di AS. Catatan kaki yang diberikan Schofield banyak berisi pemutar-balikan ayat sehingga menjadi Injil yang mendukung penuh Zionisme.
Berkat dukungan promosi yang besar, “Injil Schofield” terbitan The Oxford University Press ini selama 90 tahun terakhir menjadi Injil pegangan gereja-gereja di AS. Sebab itu, masyarakat Kristen Amerika sekarang ini berdiam diri saja melihat tindakan biadab Zionis-Israel membantai warga Palestina yang terdiri dari kaum Muslim dan Nasrani sendiri. Gereja di AS kini lebih dikenal sebagai “The Judeo-Christian” alias Salib-Davidian.
Selain menyusup dan menguasai dunia Kristen, Yahudi juga menyebar agen-agennya di dunia Islam untuk merusak generasi mudanya serta menjauhkan mereka dari al-Qur’an.
Pada tahun 1935, jauh sebelum Perang Dunia II meletus, Samuel Zweimer, Ketua Perhimpunan Bangsa Yahudi berpidato dalam Konperensi Yerusalem. Isi pidatonya sangat provokatif dan terus terang.
Di depan ratusan delegasi bangsa-bangsa yang seluruhnya terdiri dari orang Yahudi terpilih, Zweimer berkata, “…tujuan dan misi yang telah diperjuangkan kita dengan mengirim saudara-saudara ke negara-negara Muslim, bukan untuk memurtadkan umat Islam pindah memeluk agama Yahudi. Tapi tugas kalian adalah mengeluarkan mereka dari Islam!”
Zweimer menambahkan, “Saudara sekalian telah mengeluarkan kaum muslimin dari agama mereka, meski mereka tetap enggan memakai baju Yahudi atau Kristen. Gaya hidup seperti itulah tujuan kita, yaitu pemuda yang enggan kerja keras, malas dan senang hura-hura, asyik dengan nafsu syahwatnya, memburu harta dan jabatan, semua demi hawa nafsu.”
Di akhir pidatonya, Zweimer mengucap selamat kepada delegasi karena dianggap telah berhasil besar merusak generasi muda Islam. “Sebab itu, lanjutkan perjuanganmu!’ pesannya.
Kini, diakui atau tidak, Yahudi telah menancapkan kekuasaannya atas berbagai bidang kehidupan masyarakat dunia. Sistem Yahudi telah mewarnai nyaris semua bangsa dan negara.
Salah satu bidang yang paling diincar Yahudi untuk dikuasai adalah bidang pembentukan opini dunia. Sebab itu kaum Yahudi tidak main-main dengan hal ini, hingga sekarang Yahudi telah menguasai hamper seluruh kartel opini dunia. Baik yang berbentuk kantor berita, media massa, maupun perusahaan pembuat film.
Misal CNN, CBS, ABC, NBC, BBC, Fox News, PBS, Los Angeles Times, Newsweek, Time, Reader Digest, dan sebagainya dikuasai Yahudi. Tiga suratkabar kelas dunia, The Washington Post, The Wall Street Journal, danThe New York Times juga dikuasainya.
Dengan kekuatan kartel opininya, Yahudi merekayasa berita dan menentukan arah opini dunia. Penguasa media massa itu menentukan apa yang patut menjadi berita dan apa yang bukan, baik pada tingkat nasional maupun internasional.
“Jiki koran lain di luar mereka sekadar hanya menyalin berita dan meneruskannya ke seluruh penjuru dunia, maka koran Yahudi menciptakan dan merekayasa berita” papar mantan Ka Bakin ZA Maulani.
Kartel opini tersebut tidak saja mengarahkan pendapat dunia, tapi juga menciptakan gaya hidup, trendsetter, masyarakat dunia.
“Gaya hidup yang membuat para pemuda enggan bekerja keras, malas, hanya senang hura-hura, asyik dengan nafsu syahwatnya, memburu harta, popularitas, dan jabatan, semua demi menuruti hawa nafsu,” ujar Zweimer. Bagaimana dengan kita? [rizki ridyasmara/islampos/saksi]
Related Post:
Category ›
Kisah
No comments:
Post a Comment